Oleh: Laode Ida
(Komisioner Ombudsman RI)
Nafsu birahi menggusur pemukiman rakyat Jakarta terus dilanjutkan oleh Ahok. Sebagai gubernur, dia tak peduli dengan janji Jokowi saat kampanye sebagai Cagub lima tahun lalu, yang berjanji akan melegalisasi pemukiman penduduk yang sudah dihuni selama 20 tahun. Pada hari Rabu (28/9/2016) kemarin Ahok kembali menggusur paksa sebagian warga di kawasan Bukit Duri, Jakarta Selatan.
Alasan utama Ahok adalah bahwa tanah yang dihuni penduduk itu berstatus 'tanah negara'. Rakyat dianggap tak punya hak di atas tanah negara. Oleh karena itu sebagian warga harus dipaksa untuk menghuni rumah susun, tak peduli apakah mereka mampu bayar sewa atau tidak.
Ahok dan atau tak sedikit pejabat di negara ini rupanya sangat menganggap lahan yang berstatus tanah negara haram untuk dihuni atau dimiliki oleh rakyat. Ini sungguh fatal. Apalagi mereka itu adalah warga bangsa etnik pribumi yang jadi pemegang saham utama di negara ini.
Warga bangsa seperti itu tak boleh hidup tanpa kepemilikan tanah di negaranya sendiri. Belum lagi jika mereka selama ini telah membayar PBB tiap tahun, seharusnya mereka menjadi kelompok prioritas untuk dapat bagian sebidang tanah yang dilegalkan oleh pemerintah.
Tapi, lagi-lagi kali ini, Ahok menunjukkan sikap arogan dengan kekuasaannya. "Rakyat kecil penghuni Jakarta ini harus ditertibkan, harus disingkirkan", barangkali begitu kira-kira dalam otak penguasa Jakarta ini. Ia sama sekali tak mau kompromi atau sangat benci dan bersikap kejam terhadap rakyat kecil.